Menurut Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, usia masuk SD yang ideal adalah 7 hingga 12 tahun. Usia ideal masuk SD paling rendah adalah anak berusia 6 tahun pada tanggal 1 Juli. Bila anak berpotensi memiliki kecerdasan otak tinggi dan psikis yang siap menerima pelajaran, anak yang mencapai usia 5 tahun 6 bulan pada tanggal 1 Juli juga diperbolehkan masuk SD.
Mengapa 7 tahun dianggap sebagai usia ideal masuk SD? Hal ini disebabkan anak usia tersebut sudah masuk dalam Tahap Operasional Konkret dalam Teori Tahapan Kognitif anak Jean Piaget. Artinya, kondisi emosi anak lebih stabil. Mentalnya pun sudah lebih kuat dari sebelumnya. Anak juga sudah mulai berpikir logis dan terorganisir. Hal ini membuatnya lebih siap menerima proses pembelajaran di sekolah.
Pendidikan Dasar di Cornerstone School kami menyebutnya dengan nama Elemantary School. Usia ini adalah suatu masa yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Pada usia anak-anak telah memiliki beberapa hal, yaitu:
- Aspek Fisik
Aspek fisik ini berhubungan dengan kemampuan motorik kasar dan halus anak. Ketika anak berusia 7 tahun, ia memiliki otot dan saraf yang sudah terbentuk. Anak pun sudah bisa melakukan koordinasi dengan berbagai organ tubuh. Misalnya, anak sudah bisa bersepeda yang mengharuskan tangan, kaki, mata, dan otak berkoordinasi. Kemampuan motorik yang sudah mahir inilah yang menjadi dasar ketahanan fisik anak. Ia akan bisa belajar dari pagi hingga siang hari di sekolah. - Aspek Kognitif
Anak usia 7 tahun sudah memiliki kemampuan atau perkembangan kognitif yang lebih baik. Usia ideal masuk SD ini menandakan anak sudah dapat mulai berpikir secara logika untuk menyelesaikan suatu soal atau permasalahan yang sederhana. Itu sebabnya, anak usia tersebut cenderung sudah dapat membaca, menulis, berhitung, hingga bercerita yang sederhana. Dengan memasukkannya ke dalam Sekolah Dasar, secara tidak langsung orang tua tambah mengasah kemampuan kognitifnya. - Aspek Emosi
Pernahkah orang tua berpikir, anak akan menangis pada hari pertama masuk SD karena ditinggal orang tuanya? Bila perkembangannya berjalan lancar, semestinya hal tersebut tidak terjadi. Hal ini karena secara umum anak usia 7 tahun sudah siap secara emosional untuk sekolah. Memasuki usia ini juga, anak mulai memiliki keinginan untuk mandiri. Itu sebabnya, orang tua harus memberi kesempatan anak melakukan tugasnya sendiri. Misalnya yang paling sederhana, membiarkan anak membereskan buku pelajarannya ke dalam tas. - Aspek Psikologis
Melatih konsentrasi anak yang lebih muda, biasanya sangatlah sulit. Orang tua harus memiliki kesabaran tingkat tinggi untuk melakukannya. Untungnya, anak usia 7 tahun sudah mengalami perkembangan psikologis yang lebih baik. Usia ideal masuk SD ini biasanya membuat anak bisa berkonsentrasi selama 35-40 menit.
Di Israel Purba, perbuatan-perbuatan Allah (Yahwe) yang tercatat dalam kitab Taurat ditanamkan oleh para rabi ke dalam hati sanubari murid-muridnya. Segala pengajaran dilakukan secara lisan dari generasi ke generasi, baik melalui orang tua maupun oleh para guru (rabi).
Pada abat-abad pertama masehi, bangsa Yahudi mengadakan semacam sekolah dasar yang disebut “beth-ha-sefer”(beth=rumah, sefer=kitab); yang artinya “rumah sang kitab”. Di sekolah inilah pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak Yahudi. Taurat dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalkan secara seksama dan harafiah. Sejak umur 6 atau 7 tahun anak-anak yahudi sudah di bawa oleh orang tuanya ke pengajaran rabi di sekolah ini; dengan tujuan untuk mendapat pengetahuan tentang Taurat. Dalam kehidupan agama Islam kebiasaan ini masih terus dilestarikan, yaitu anak-anak sejak dini belajar membaca dan menghafal Kitab Suci, tanpa harus mengerti arti dan maksud dari bacaan dan hafalan tersebut.
Tingkat yang lebih tinggi untuk pengajaran hukum di beth-ha-sefer diberikan di “beth-ha- midrashy” (beth=rumah, midrash=pengajaran) yang memiliki arti “rumah pengajaran.” Di sekolah ini bukan hanya siswa dituntut untuk menghafal Taurat secara literal, melainkan sudah diajarkan tentang manfaat dan makna Taurat itu. Pada usia 12-13 tahun anak-anak Yahudi dituntut sudah bisa sepenuhnya menaati dan melaksanakan hukum Yahudi, yaitu “mitswoth,” dan pada tahap ini anak lelaki Yahudi telah dianggap sebagai “barmitswa,” yang artinya “anak-anak hukum taurat.”
Cornesrtone School mengadopsi sistem pendidikan Alkitab yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi pada Elementary School.
Syema Yisrael artinya: “Dengarlah hai orang Israel,” yang merupakan kredo atau pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca tiap hari pada waktu pagi dan malam dalam ibadah di sinagoge. “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa. Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada nak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu (Ulangan 6:4-9).”
Dengarlah, hai orang Israel; adalah bagian yang sebut sebagai Syema atau Shema (ibrani: Shama=mendengar). Bagian ini sangat di kenal oleh orang Yahudi pada zaman Yesus karena diucapkan setiap hari oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap di ibadah Sinagoge. Shema ini merupakan pernyataan terbaik tentang kodrat monotheisme Allah; pernyataan ini diikuti dengan perintah ganda kepada bangsa Israel; Untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan untuk mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak- anak mereka.
Apa yang membedakan kami dengan sekolah yang lain, termasuk sekolah Kristen pada umumnya, yang dilakukan di Elementary School :
- Alkitab adalah Mata Pelaran Wajib setiap hari, dimana kurikulum di disain dengan mempergunakan pewahyuan tentang perjalanan Bangsa Israel dari Mesir sampai ke Gunung Sion (1 Korintus 10:1-33).
- Siswa ditekankan untuk mematuhi hukum-hukum Tuhan, dengan mengucapkan 10Hukum Tuhan di awal setiap pelajaran yang akan dimulai, termasuk siswa diminta untuk membuat rhema dan mengucapkan ayat-ayat kunci.
- Dengan konsep homeschooling, maka guru (teacher) lebih dari pada sekedar profesional teacher; teacher adalah hamba Tuhan yang diutus di sekolah misi, maka teachers akan benar-benar menjaga visi sekolah dan mereka semua akan melayani dengan kasih Kritus dan hati hamba.
- Permulaan hari akan dimulai dengan Daily Devotion, ibadah singkat, membaca dan merenungakan ayat Firman Tuhan.
- Hari Sabtu didedikasikan sebagai Students day (talents day), yang diawali dengan chapel, dimana students dilatih untuk melayani di chapel. Selanjutnya students akan dilatih sesuai dengan talenta mereka, misalnya musik (guitar, drum, keyboard, etc) atau talent class lainnya vocal, tamborine, paint.
“Kami mau semua siswa kami menjadi seperti Kristus sampai tinggal dalam kekekalan di Bukit Sion Rohani.”